Belakangan ini marak tawaran ibadah umrah dengan berbagai fasilitas yang menggiurkan. Para biro perjalanan haji dan umrah berlomba dalam konteks fastabiqul khairat guna merekrut sebanyak-banyaknya calon jemaah umrah.
Di sisi lain, pemahaman masyarakat pada umumnya tentang ibadah umrah hanya ”berkutat” dengan masalah ibadah. Mereka acap kali disibukkan dengan bimbingan ibadah, tanpa memedulikan aspek penting lainnya, yakni mengenai teknis dan fasilitas.
Fakta membuktikan, tidak sedikit calon jemaah umrah terjebak pada program harga murah, yang berimplikasi pada terbatasnya ketersediaan fasilitas. Bahkan, lebih parah lagi, masih ditemukan calon jamaah yang tertipu oleh oknum biro perjalanan yang berakibat pada gagalnya berangkat ke Tanah Suci.
Kenyataan tersebut mengharuskan bagi calon jemaah untuk lebih cerdas dalam memilih dan menentukan serta memutuskan biro perjalanan (travel) yang dapat mengantarkannya untuk dapat tuma’ninah dalam ibadah dan nikmat dengan fasilitas.
Mengapa fasilitas perjalanan umrah menjadi penting? Fasilitas sangat menentukan kenyamanan dalam ibadah. Di kalangan ahli ushul fiqh dikenal dengan kaidah ”lil wasaail hukmul maqashid” atau ”maala yatimmul waajib illa bihi fahuwa waajib”. Intinya, fasilitas yang menunjang pada hukum yang wajib, maka ia pun menjadi wajib. Ketika menjalankan umrah yang nyaman adalah wajib, maka fasilitas yang menunjang ibadah umrah pun menjadi wajib.
Salah satu problem hari ini, calon jemaah banyak yang belum mengetahui tentang hal ihwal fasilitas selama umrah. Guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka ada baiknya beberapa tips pengalaman berikut ini menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pilihan mengikuti program umrah.
Pertama, tidak semua fasilitas penerbangan langsung atau nonstop menuju Saudi Arabia, baik bandara Jeddah maupun Madinah. Selama ini, penerbangan yang langsung menuju Saudi hanya Garuda (langsung Jeddah) dan Saudia (Jeddah dan Madinah). Selebihnya, fasilitas penerbangan banyak menggunakan fasilitas transit ke negara lain. Jika menggunakan pesawat transit, maka dapat dipastikan berapa tenaga, pikiran, bahkan biaya yang harus dikeluarkan. Belum lagi risiko tertunda pesawat yang akan berakibat pada program umrah yang relatif berubah-ubah. Risiko tersebut cukup tinggi untuk ditanggung oleh calon jemaah.
Kedua, tidak semua hotel berbintang lokasinya dekat dengan Masjidilharam. Renovasi monumental Masjidilharam sejak tahun 2008 menjadikan areal hotel di sekitar masjid banyak yang tergusur. Hal tersebut berakibat pada semakin sedikitnya fasilitas hotel sehingga hukum ekonomi pun berlaku. Ketika permintaan banyak, maka harga pun merangkak naik.
Begitu pun hotel yang berada di sekitar Masjidilharam. Beberapa hotel berbintang termasuk bintang empat dan lima yang jaraknya relatif jauh dengan lokasi masjid. Oleh karena itu, tidak otomatis hotel berbintang dekat dengan lokasi masjid.
Ketiga, tidak semua harga murah dan pelayanan mudah. Tawaran harga murah menjadikan para biro perjalanan umrah memutar otak untuk dapat memangkas biaya baik penerbangan, hotel, katering, maupun ketersediaan bimbingan ibadah dan teknis. Di samping itu, pola ”sirkulasi” dana umrah dengan modal usaha tertentu pun dilakukan, antara lain dengan mendaftar tahun sekian dan berangkat tahun sekian. Dana calon jemaah diputar untuk usaha tertentu dan “subsidi” silang pun dilakukan. Akibatnya, ditemukan banyak calon jemaah yang merasa kesulitan dalam bentuk kepastian keberangkatan maupun kepastian bimbingan ibadah dan fasilitas yang diperoleh.
Keempat, tidak semua harga mahal dengan pelayanan maksimal. Harga mahal harus sinergis dengan pelayanan maksimal (pelayanan prima). Konsep pelayanan maksimal sesungguhnya mengharuskan para biro perjalanan paling tidak memperhatikan dua hal yaitu pelayanan ibadah dan pelayanan teknis. Pelayanan ibadah berhubungan dengan keyakinan dan kebenaran syara tentang tatacara ibadah sesuai dengan contoh Rasulullah saw, sedangkan pelayanan teknis berhubungan dengan fasilitas selama di Tanah Suci.
Pelayanan teknis sering terlupakan, padahal sangat penting. Sebagai contoh penggunaan fasilitas hotel berbintang harus disertai dengan penjelasan agar para calon jemaah mudah untuk menggunakannya. Tidak sedikit jemaah yang memperoleh hotel berbintang, tetapi tidak dapat memanfaatkan fasilitasnya.
Pertimbangan tersebut mudah-mudahan relatif dapat menambah kecerdasan para calon jemaah dalam melaksanan ibadah di Tanah Suci. Hal lain yang menjadi fokus utama para calon jemaah antara lain jaminan keselamatan di perjalanan. Apakah ia diasuransi atau tidak?
Selain itu, jaminan kesehatan tentang tata cara penanggulangaan jemaah sakit termasuk ketika meninggal. Tak kalah pentingnya jaminan kebenaran ibadah berdasarkan contoh Rasulullah saw. Wallahualam bissawab.***
Oleh
Aden Rosadi
Pembimbing Haji Plus dan Umrah Qiblat Tour serta Dosen UIN Sunan Gunung Djati
Artikel ini telah diterbitkan di HU Pikiran Rakyat 15-03-2016