Salah satu indikator sebuah travel umrah yang baik adalah yang menyediakan alternatif pilihan jadwal keberangkatan. Jemaah bisa memilih waktu sesuai dengan pilihannya, bukan sebaliknya, jemaah dipaksa untuk mengikuti jadwal keberangkatan yang ditentukan travel. Hal ini mengingat bahwa sampai dengan saat ini untuk keberangkatan umrah tidak ada waktu tunggu seperti halnya ibadah haji, karena pesawat, visa, hotel, dan akomodasi lainnya bisa langsung dibuat dan dipesankan. Oleh karena itu, kalau ada travel yang menentukan waktu tunggu yang lama, apalagi sampai satu tahun bahkan lebih, itu patut dicurigai.
Lalu, kapankah waktu yang tepat untuk berangkat umrah? Menentukan waktu keberangkatan tentu sepenuhnya ada pada jemaah. Namun, beberapa faktor di bawah ini mungkin bisa menjadi pertimbangan untuk menentukan jadwal keberangkatan Anda.
Pada prinsipnya, umrah dapat dilakukan kapan saja kecuali pada saat musim haji. Kuncinya adalah visa. Kalau visa sudah pasti didapat, tiket penerbangan dan akomodasi lainnya tinggal dipesankan. Di sinilah travel penyelenggara umrah dituntut kepiawaiannya untuk berburu dan menentukan jadwal. Biasanya di awal dan di akhir musim umrah, Tanah Suci relatif lengang, lebih tepatnya di bulan-bulan Muharam sampai dengan bulan Safar dan awal bulan Syawal.
Pada saat itu, bahkan masih terdapat petugas haji Indonesia yang bertugas. Penulis sendiri pernah mengalami hal ini beberapa tahun yang lalu. Ketika itu, penulis sempat mengantar jemaah yang mencium hajar aswad dengan relatif mudah tanpa harus berebut seperti biasanya. Selain itu, berkaca pada pengalaman, kepadatan jemaah biasanya juga akan berkurang memasuki bulan Jumadil Awal, Jumadil Akhir, dan bulan Saban.
Sebaliknya, kalau keberangkatan umrah ingin sekaligus berinteraksi dengan jemaah dari bangsa lain, ada baiknya memilih di waktu-waktu yang memang digandrungi. Biasanya waktu-waktu padat kunjungan ke Tanah Suci adalah di bulan Rabiul Awal (Maulid Nabi), Rajab (Isra Miraj), musim liburan sekolah dan bulan Ramadan. Di bulan suci, kepadatan jemaah umrah mengalami puncaknya, dan biasanya didominasi oleh jemaah dari negara-negara terdekat dengan Saudi. Lebih-lebih di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Kepadatan jemaah di bulan Ramadan secara otomatis mendongkrak biaya yang cukup tinggi seiring dengan tingginya tingkat hunian hotel maupun kesibukan layanan akomodasi lainnya. Berkaca pada pengalaman juga, di bulan Ramadan sebaiknya dihindari memboyong anak-anak dan jemaah usia lanjut untuk berumrah karena padatnya jemaah. Selain itu, iklim dan cuaca di Tanah Suci tidak familier di saat mereka sedang berpuasa.
Hal lain yang juga patut dipertimbangkan ketika memilih waktu untuk berumrah adalah cuaca di Tanah Suci. Pemilihan waktu berumrah dengan mendasarkan pertimbangan kepada iklim dan cuaca di Tanah Suci sangat penting artinya terutama bagi jemaah anak-anak, usia lanjut maupun yang sensitif dengan cuaca yang ekstrem. Patut dicatat, ketika musim panas di Tanah Suci bisa menyentuh angka 550, sedangkan di musim dingin, penulis sendiri pernah mengalami di angka 500 Celsius. Iklim gurun dan cuaca Tanah Suci dikenal cukup ekstrem dan tidak bersahabat. Jemaah yang tidak siap dengan kondisi ini tentu bisa sangat terganggu kondisi fisik dan kegiatannya selama berada di Tanah Suci.
Puncak musim panas biasanya terjadi sekitar Juni sampai dengan Agustus. Mulai bulan September, cuaca panas berangsur turun. Sementara itu, musim dingin menggigil puncaknya terjadi di bulan Desember dan Januari. Mencermati hal ini, kalau pemilihan waktu keberangakatan umrah didasarkan kepada cuaca dan suhu di Tanah Suci, ada baiknya memilih waktu dari Februari sampai dengan Mei atau mulai akhir bulan September sampai akhir Oktober. Di waktu-waktu ini, insyaallah suhu dan cuaca Tanah Suci lebih bersahabat terutama bagi jemaah Indonesia yang terbiasa beraktivitas di daerah tropis dengan suhu seputar 300 Celsius.***
Dikdik Dahlan
Artikel ini telah diterbitkan di HU Pikiran Rakyat 02-10-2018