Sejak diberhentikannya pelayanan visa Arab Saudi pada 26 Februari 2020 karena Covid-19, hal itu berimbas pada ditundanya seluruh penerbangan ke Arab Saudi, termasuk yang berkaitan dengan perjalanan ibadah umrah. Imbas ini sangat dirasakan oleh para penyelenggara travel umrah. Apalagi untuk mempersiapkan ibadah umrah, travel telah mempersiapkan jauh-jauh hari, mulai dari booking pesawat, kamar hotel, makan, dan visa. 
PT Qiblat Tour Islami sebagai salah satu travel umrah di Jawa Barat meresponsnya dengan melakukan berbagai langkah. Salah satunya, direksi meng­adakan pertemuan dengan para pembimbing untuk memberikan informasi yang valid dan tidak termakan hoaks. Di tengah informasi yang simpang siur, dan setiap orang dapat mengakses sumber informasi dengan mu­dah, perlu kearifan dalam meres­pons pertanyaan serta kekha­watiran calon jemaah umrah. 
Pada diskusi yang dipimpin oleh Direktur PT Qiblat Tour mengenai cara merespons realitas pemberhentian layanan visa dan pemberangkatan umrah, ternyata mengarah pada diskusi yang fundamental, yakni ujian keyakinan. Segala persiapan telah dilakukan, baik oleh calon jemaah maupun travel umrah. Bahkan PT Qiblat Tour telah melaksanakan manasik. Namun, Allah-lah yang memiliki otoritas tentang apa yang akan terjadi detik yang akan datang. Sebagaimana firman-Nya (QS Luqman: 34), ”Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat; dan Dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Mahamengenal.”
Muncul pernyataan yang menarik dari Direktur PT Qiblat Tour, ”Kita berjual beli dengan Allah, tentang umrah ini.” Ini sederhana, tetapi  mendasar. Sebuah travel tentu bukan tanpa business oriented, perhitungan untung rugi pasti selalu menjadi bagian dari pertimbangan dari penentuan keputusan. 
Akan tetapi, menyampaikan pernya­taan demikian secara berulang-ulang dapat memberikan in­ter­nalisasi pada proses bisnis yang dilangsungkan. 
Hal ini akan berimbas kepada sikap komi­saris, direksi, pembimbing, petugas adminstrasi, dan tentu saja calon jemaah umrah serta alumni. 
Covid-19 telah menjadi masa­lah umat manusia. Pertimbangan medis dengan menggunakan logika tentu harus dilakukan. Akan tetapi, ujian itu merupakan ketetapan Allah sebagai Zat Yang Maha, harus menjadi landasan. Diuji keyakinan kita tentang bagaimana menegosiasikan dua hal tersebut. Tidak boleh terce­rabut keyakinan kita, ketetapan atau takdir Allah apa pun yang terjadi, dan pada sisi lain tentu ada syariat, mekanisme, atau jalan mengapa hal itu terjadi. 
Jika kita berharap umrah kita mabrur, tentu saja kita harus memulai dan menjalaninya de­ngan baik dan bersih. Tidak lantas di akhir saja kita berdoa untuk mendapatkan umrah mabrur, tetapi lupa dengan makanisme yang dilakukan.
Seperti halnya Covid-19 yang diyakini merupakan ketetapan Allah, harus dipelajari pula me­ngapa itu dapat terjadi dan bagaimana cara penanggu­langannya. Dengan demikian, manusia dapat memetik pelajaran dari peristiwa yang terjadi.    
Ujian keyakinan bagi jemaah calon haji dan umrah tentu saja akan berbeda dengan yang hanya pergi ke luar kota misalnya. Va­ria­belnya tidak sederhana, karena jamaah calon haji dan umrah hendak menggapai ma­brur, sebagaimana hadis Rasulullah, ”Para sahabat ber­tanya, ’Wahai Rasulul­lah, apa itu haji mabrur?’ Rasulullah saw menjawab, ’Memberikan ma­kan­an dan mene­bar­kan kedamaian’.” (HR Ahmad). Wallahualam.***

Dindin Jamaluddin
Pembimbing Haji Khusus dan Umrah Qiblat Tour

Artikel ini telah diterbitkan di HU Pikiran Rakyat 14-04-2020