Jemaah haji yang telah dan akan ber­angkat tahun ini, jauh sebelumnya sudah mempersiapkan diri baik secara material, fisik, bahkan mental-spiritual. Dengan kata lain, untuk menghadapi ibadah haji tersebut mereka telah siap. 

Berbagai kegiatan pun dilakoninya, seperti aktif memperdalam manasik haji, banyak membaca, menghafal, dan memahami kaifiyat (tata cara) haji, melakukan konsultasi secara intensif kepada pembimbing, olah raga secara rutin untuk menjaga kebugaran tubuh, mempersiap­kan perbekalan, obat-obatan, dan sebagainya. Semua persiap­an itu dilakukan jemaah haji dengan harapan agar mereka dapat meraih kesuksesan dalam pelaksanaan ibadah haji sehingga pulang dari Tanah Suci mampu menyandang haji mabrur dan makbul di hadapan Allah SWT.

Di tengah berbagai persiapan pelaksanaan haji tersebut, masih banyak jemaah haji yang ber­angkat pada tahun ini dengan membawa beban psikologis cukup berat. Beban itu tecermin dari kondisi pribadi jemaah haji. Pertama, jemaah haji khawatir dirinya tidak bisa ber­angkat pada tahun ini. Hal ini disebabkan karena adanya keterlambatan visa bagi jemaah haji. Bahkan di bebe­rapa embarkasi terpaksa mengalami penundaan keberangkatan mereka ke Tanah Suci. Akibatnya, sebagian jemaah haji keberangkatannya mengalami perubahan dari jadwal semula. Dampaknya, jadwal keberang­kat­an mereka terpisah dari jad­wal rombongannya. 

Bahkan ada juga jemaah haji yang sudah mengumumkan jadwal kebarangkatan mereka melalui perayaan syukuran walimatussafar dengan mengundang keluarga, tetangga, teman, tetapi ternyata tidak jadi berangkat sesuai dengan jadwal. Kondisi seperti itu tentu meng­akibatkan jemaah haji tersebut merasa terpukul dan menanggung malu serta merasa dipermainkan. Alhasil, kondisi ini menjadi beban psikologis cukup serius bagi mereka.

Kedua, jemaah haji khawatir selama di perjalanan mengalami gangguan atau kecelakaan. Hal tersebut mengemuka di pikir­an jemaah haji setelah mendengar atau menyaksikan jemaah haji lain, khususnya dari embarkasi Makassar, Sulawesi Selatan, yang mengalami penundaan penerbangan karena secara tiba-tiba pesawat yang ditumpanginya mengalami kerusakan di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, 9 Agustus 2016 lalu.

Ketiga, jemaah haji khawatir selama di Mekah dan Madinah akan telantar. Kondisi ini secara umum banyak menimpa jemaah haji pemula karena mereka memiliki tingkat kecemasan yang cukup tinggi. Terlebih, jika mereka melihat dan merasakan KBIH yang diikutinya kurang begitu tanggap dan cakap dalam menghadapi sekaligus menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan haji tahun ini.

Keempat, jemaah haji khawatir selama di Mekah dan Madinah terjadi kecelakaan yang cukup serius. Hal itu berkaca dari kejadian pada tahun sebelumnya, yaitu dengan jatuhnya crane di Masjidilharam yang merenggut sebanyak 107 nyawa dan terjadinya tragedi Mina yang menelan korban ribuan orang. Kejadian pada tahun lalu setidaknya cukup menyita perhatian jemaah haji pada tahun ini sehingga secara psikologis jemaah haji diliputi rasa waswas yang cukup mendalam.

Faktor-faktor penyebab kekhawatiran jemaah haji di atas ja­ngan sampai berlarut-larut dan diabaikan. Setidaknya dari pihak pemerintah dan KBIH mengambil langkah-langkah solutif sebagai bentuk ikhtiar untuk mengikis beban psikologis jemaah haji. 

Pertama, para petugas haji (dari pemerintah/pembimbing KBIH) memberikan informasi yang tepat, akurat, dan komprehensif. Hal ini sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman antara petugas haji dan jemaah atau antara jemaah haji dan jemaah lainnya. Setidaknya informasi yang mesti disampaikan kepada jemaah haji antara lain mencakup perlengkapan yang harus dibawa ke Tanah Suci, gambaran cuaca dan letak geografis, kondisi budaya masyarakat setempat, gambaran kegiatan harian selama di Tanah Suci, penjelasan tata cara ibadah, pemondokan, makan dan minum, pengamanan dokumen-dokumen penting perjalanan, tips menjaga kesehatan, dan lain sebagainya.

Kedua, petugas haji (dari pemerintah/pembimbing KBIH) memberikan pelayanan yang maksimal dari mulai latihan mana­sik haji, persiapan akomodasi, persiapan kendaraan, pengurus­an dokumen perjalanan, penginapan (hotel), makan dan minum, obat-obatan, serta kebutuhan lainnya.

Ketiga, petugas haji (dari pemerintah/pembimbing KBIH) memberikan bimbingan konseling kepada jemaah haji. Hal ini sangat diperlukan agar jemaah haji memiliki kesiapan mental untuk menghadapi berbagai problematika haji pada tahun ini. Secara empirik, tidak sedi­kit jemaah haji yang sakit karena mental mereka rendah atau belum begitu kuat dalam menghadapi berbagai cobaan pada pelaksanaan haji.

Keempat, petugas haji (dari pemerintah/pembimbing KBIH) memberikan pembekalan/pencerahan keagamaan secara kontinu supaya tertanam dengan kokoh pada diri mereka rasa iman, takwa, sabar, dan ta­wakkal kepada Allah SWT dalam menja­lan­k­an rangkaian ibadah haji. Poin yang terakhir ini merupakan poin yang tidak kalah pentingnya bagi jemaah haji, bahkan menjadi modal utama jemaah haji untuk mengikis dan menghapus beban psikologis mereka.

Berdasarkan pemaparan di atas, sejatinya Kementerian Agama dan para pengelola biro perjalanan haji dan umrah/KBIH ikut andil bertanggung jawab memberikan pencerahan kepada umat sebagai langkah preventif atas masalah-masalah dalam penyelenggaraan haji/umrah. Oleh karena itu, kepada seluruh masyarakat khususnya jemaah calon haji/umrah yang membutuhkan informasi tentang haji/umrah secara komprehensif, Qiblat Tour Islami bersedia melayani jemaah yang ingin konsultasi atau memperoleh berbagai informasi seputar masalah haji/umrah, baik secara teoretis maupun praktis.***


YAYA SUNARYA

Artikel ini telah diterbitkan di HU Pikiran Rakyat 23-08-2016