PERJALANAN haji adalah gambaran perjalanan suci menuju perkampungan abadi. Di ujung perjalanan ada ampunan, rida, dan surga-Nya.
Perjalanan itu hanya dapat ditempuh oleh orang-orang yang dalam hatinya tertanam keimanan. Oleh karena itu, perjalanan haji dan umrah bukan sekadar transaksi tiket dan hotel, dan bukan pula perjalanan biasa yang hanya mengutamakan kesenangan dan rekreasi.
Perjalanan haji dan umrah adalah perjalanan suci yang keabsahannya ditentukan oleh terpenuhinya niat, syarat, rukun, dan wajib haji. Di sinilah dibutuhkan ilmu dan pembimbing yang berpengalaman.
Ibadah haji merupakan saksi keajaiban dunia yang masih diabadikan oleh Allah swt hingga saat ini. Setiap tahun, lebih dari 3,5 juta orang berkumpul di Arafah dan setiap bulannya rata-rata 1,5 sampai dengan 2 juta orang jemaah dari seluruh pelosok dunia datang ke Tanah Suci untuk melaksanakan umrah.
Mereka rela meninggalkan sanak saudara, pekerjaan, jabatan, rumah, dan semua harta kekayaan yang mereka cintai. Mereka rela berdesak-desakan dan bermandikan keringat di tengah berjubelnya lautan manusia. Semua status, jabatan, dan kekuasaan menjadi terasa kecil di hadapan Allah swt, terlebih melihat lautan manusia yang berseragam putih-putih semuanya beristigfar, berdoa, bertakbir, dan bertalbiah.
Tidak ada doa dan harapan yang melebihi harapan hamba-Nya untuk memperoleh ampunan, rida Allah, dan surga-Nya. Kalimat istigfar dan talbiah yang terucap, tak lain adalah bentuk kerinduan hamba-Nya untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah swt.
Doa demi doa yang disampaikan mengambarkan betapa lemahnya manusia di hadapan Allah swt. Tetesan air mata mengalir mengiringi kerinduan seorang hamba untuk selalu menyebut dan memanggil nama-Nya.
Di balik ketulusan sujudnya tersirat adanya pengakuan dosa dari seorang hamba. Juga di balik tangan yang menengadah ke atas, sebagai gambaran kebergantungan manusia kepada Yang Mahakuasa.
”Ya Allah, kenikmatan yang Engkau berikan telah menyebabkan kami melampaui batas-batas yang telah Engkau tetapkan. Namun, kami hamba-Mu yang datang dengan berlumurkan dosa dan kemaksiatan, Engkau panggil sebagai tamu-Mu yang dapat berkumpul di tanah Arafah. Padahal masih banyak orang-orang yang lebih berharga di sisi-Mu, tetapi Engkau telah memilih kami sebagai tamu-Mu. Maafkan dosa-dosa kami ya Allah”. Barangkali kalimat itulah yang banyak berkumandang di tanah Arafah.
Di tanah Arafah itulah para tamu Allah dilantik dan diakui sebagai hamba-Nya yang insyaallah mendapatkan ampunan dan surga-Nya. ”Haji itu adalah Arafah”. (HR Ahmad 18774, Nasai 3016).
”(Saat) wukuf yang kamu lakukan pada hari Arafah, Allah turun ke langit dunia dan membanggakan kamu kepada malaikat (yang ada disisi-Nya) dengan firman-Nya, ’Hamba-hamba-Ku datang dari segenap penjuru dunia dengan rambut kusut dan tubuh penuh debu, semata-mata hanya mengharapkan surga-Ku. Jika mereka datang dengan dosa sebanyak bilangan pasir, titisan hujan, atau buih di lautan, niscaya Aku akan menghapuskan kesemuanya’.” Allah berfirman: ”Keluarlah kamu dari Arafah dengan dosa yang telah diampuni dan bagi sesiapa yang kamu meminta ampun untuk mereka.” (HR Bazzar).
Rasulullah saw bersabda, ”Tidak ada satu hari pun yang saat itu Allah demikian banyak membebaskan manusia dari neraka, melebihi hari Arafah.” (HR Ibnu Khuzaimah No 2840 dan Ibnu Hibban No 3853).
Para tamu Allah siap menghadapi apa pun saat menjalankan tugas suci di Tanah Haram. Mereka korbankan harta, tenaga, pikiran, bahkan jiwa untuk memperoleh ampunan, rida Allah, dan surga-Nya. Tanah Arafah yang mereka injak itulah yang kelak menjadi saksi di hari kiamat bahwa ia merupakan bagian dari hamba-Nya yang berada di Arafah saat dijanjikan ampunan dan surga-Nya. Aamiin.
Kita yang berada di tanah air, diberi kesempatan untuk memperoleh ampunan satu tahun dosa yang lalu dan satu tahun dosa setelahnya. ”Saum satu hari Arafah (tanggal 9 Zulhijah), aku berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya. Saum hari Asyura (tanggal 10 Muharam), aku berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya.” (HR Muslim, No 1162, dari Abu Qatadah). Selamat menikmati jamuan Allah untuk para tamu-Nya.***
Dedi Mulyasana
Pembimbing Umroh Qiblat Tour, Dosen Pascasarjana Uninus
Artikel ini telah diterbitkan di HU Pikiran Rakyat 06-08-2019