Umrah Ramadan

Yaya Sunarya

BULAN Ramadan di negara Saudi dan negara-negara ­sekitarnya merupakan libur panjang selama satu ­bulan penuh. Tidak sedikit dari ­mereka memanfaatkan ­kesempatan tersebut untuk beribadah ke dua Tanah Suci, yaitu ke Mekah dan Madinah.


Akibatnya, kondisi Mekah dan Madinah pada bulan Ramadan tahun ini sangat padat. Permintaan hotel pun mengalami loncatan yang luar biasa. Dengan kondisi tersebut, berlaku hukum ekonomi, semakin tinggi permintaan, semakin tinggi pula biaya yang harus dikeluarkan. Demikian halnya dengan jemaah umrah asal Indonesia, di mana ­untuk program umrah Ramadan mengalami kenaikan biaya. 

Ada suasana umrah Ramadan yang tidak berbeda dari tahun sebelumnya, antara lain dari segi ­cuaca. Pada 20 Ramadan terakhir ini, waktu tengah hari di Mekah tembus sekitar 45-46 derajat ­Celsius, sedangkan pagi hari waktu sahur sekitar 34 derajat Celsius. 

Yang jadi ciri khas umrah di ­bulan Ramadan,  para agnia berlomba-lomba mengeluarkan sedekahnya kepada seluruh jemaah umrah dari berbagai negara, ­sehingga makanan untuk takjil dan sahur di Masjidilharam dan Masjid Nabawi betul-betul melimpah. 

Adapun kondisi di tempat ziarah terlihat agak sepi, karena kebanyakan para jemaah menghabiskan waktu malamnya untuk  salat Magrib, buka puasa, salat Isya dilanjut Tarawih, qiyamul lail, tadarus/itikaf sampai menjelang sahur hingga salat Subuh. Dengan demikian, siang hari banyak di­gunakan istirahat/tidur. 

Namun, ada beberapa hal yang agak berbeda umrah Ramadan tahun ini dengan tahun sebelumnya. Pertama, secara kuantitatif, jumlah jemaah umrah Ramadan pada tahun ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Berdasarkan pene­lusuran penulis, jumlah jema­ah yang ada di Mekah mendekati 2 juta manusia. Suasana pun seperti musim haji, masjid padat sekali. Bahkan dua jam ­sebelum buka puasa, jemaah sudah memadati masjid dan pelataran masjid, sampai kurang lebih 300 meter dari pelataran masjid. 

Kedua, walaupun jumlah jemaah secara keseluruhan mengalami peningkatan, jumlah jemaah yang berasal dari Indonesia justru ­me­ngalami penurunan dari tahun ­sebelumnya. Penulis bertemu dan berkomunikasi dengan jemaah asal Indonesia, ternyata para ­penyelenggara biro perjalanan ­umrah yang menggunakan hotel-hotel yang dekat dengan Masjid Nabawi/Masjidilharam, tidak ­berani banyak memberangkatkan jemaahnya. Mayoritas jumlah ­rombongannya di bawah 10 atau 20 orang. Penurunan kuantitas ­jemaah ini, salah satunya disebabkan harga hotel di bulan ­Ramadan ini melangit, ditambah lagi banyak yang kena pajak ­progresif. 

Ketiga, petugas Masjidilharam sangat intens memperkenalkan bangunan baru, sebagai perluasan area Masjidilharam. Apabila ­jemaah umrah baru berangkat satu jam sebelum azan, pasti diarahkan untuk menempati bangunan baru. Padahal di dalam masih banyak tempat kosong. Hal itu dilakukan juga untuk menghindari penumpukan jemaah pada titik tertentu.

Keempat, pada Ramadan tahun ini, pihak Saudi juga membuka Museum Zamzam Tower untuk umum, yang posisinya tepat di bawah jam raksasa. Untuk bisa menikmati Museum Zamzam ­Tower, jemaah harus membeli tiket di bagian ground Zamzam Tower dekat dengan counter ­Mobily. 

Dengan biaya 150 riyal per orang, selama kurang lebih 1 jam jemaah bisa menikmati Museum Zamzam Tower, sekaligus menikmati bangunan tertinggi ­kedua di dunia setelah Burj Khalifa yang ada di Dubai. Adapun jadwal kunjungannya ada dua termin, ­program siang yaitu dari pukul 13.00-16.00 WSA, dan program malam yaitu dari pukul 22.00-2.00 (dini hari). 

Dari Museum Zamzam Tower itu, kita diingatkan akan pen­tingnya waktu dan perjalanan hidup, sambil menikmati indahnya struktur bangunan Kabah dan Masjidilharam, juga menikmati ­indahnya pemandangan Kota Mekah. Subhanallah.***


Artikel ini telah diterbitkan di HU Pikiran Rakyat 21-05-2019